Melihat Lebih Dekat Situasi Kemiskinan di Burundi



Jika Luksemburg adalah negara terkaya di dunia, Burundi adalah negara termiskin di dunia yang tetap terperosok dalam kemiskinan. Setelah 61 tahun merdeka, Burundi tetap menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Menurut majalah Global Finance, Burundi tercatat sebagai negara termiskin di dunia, dengan 82% penduduknya bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari $1,25 per hari atau setara dengan Rp17.500 per hari. Bahkan pendapatan karyawan pun tidak sebanding. Gaji bulanan seorang polisi diketahui hanya $14 atau Rp200.000 per bulan.

Orang Burundi secara unik menilai kekayan dan kebudayaan mereka berdasarkan kepemilikan sapi. Hal tersebut dapat dilihat dari sapaan khas mereka dalam bahasa Kurundi (bahasa yang digunakan di Burundi) yaitu "amashyo", yang dapat diartikan sebagai "semoga kamu memiliki banyak ternak (sapi)". Mereka lebih suka memiliki sapi daripada uang, karena sapi adalah barang mewah. Namun, tidak semua orang Burundi memiliki sapi karena harganya yang tinggi di negara tersebut.

Sebagai negara miskin, Burundi juga memiliki tingkat kebahagiaan yang sangat rendah. Menurut World Happiness Report 2020, Burundi berada di peringkat 140 dari 153 negara yang disurvei. Organisasi tersebut melakukan penelitian berdasarkan beberapa faktor, seperti produk domestik bruto, kebebasan memilih dalam hidup, indeks persepsi korupsi dan tingkat bantuan sosial hingga kesehatan, yang tidak hanya berdampak pada masyarakat miskin, tetapi juga dijuluki "neraka di bumi" karena banyaknya kekerasan di antara warganya. Kekerasan tersebut merupakan konsekuensi dari perang saudara yang berlangsung dari tahun 1972 hingga 2018 dan merenggut jutaan nyawa. Perang saudara Burundi terus berlanjut, meskipun dalam skala yang relatif kecil, bahkan hingga hari ini. Burundi adalah negara terkurung daratan yang terletak tepat di tengah benua Afrika berbatasan dengan Tanzania di timur dan selatan, dan Republik Demokratik Kongo di barat.

Sejak memperoleh kemerdekaan dari Belgia pada tahun 1962, Burundi tidak banyak mengalami kemajuan. Negara ini telah mengalami lima kali perang saudara yang telah merenggut lebih dari 500.000 jiwa. Siklus perang ini telah menghasilkan iklim politik yang sangat tidak stabil. Konflik, yang tampaknya tidak ada ujungnya, telah menghancurkan sektor pertanian, yang merupakan tulang punggung perekonomian dan tempat 90% penduduk Burundi menggantungkan mata pencaharian mereka. Sebagai akibat dari konflik sipil, kemiskinan telah melonjak dari 48% menjadi 67%. Selain perang, manajemen keuangan yang tidak memadai dan sumber daya pemerintah yang tidak mencukupi telah berdampak signifikan terhadap kemiskinan di Burundi. Pemerintah menyita harta pribadi rakyat. Pemerintah mensubsidi bahan bakar, mempengaruhi harga melalui badan usaha milik negara, dan mendukung pertanian. Sebaliknya, pemerintah membatasi kebebasan ekonomi, yang bersama dengan perang dan manajemen keuangan dan sumber daya yang buruk, menghambat upaya kewirausahaan.

Kemiskinan Burundi juga dipengaruhi oleh pertimbangan geografis. Secara geografis, Burundi adalah negara yang terkurung daratan dengan populasi yang terus bertambah; akibatnya, tanah telah menjadi sumber utama konflik di negara ini. Tanah adalah aset yang paling berharga di Burundi, karena tanah merupakan satu-satunya sumber pendapatan yang menjadi tempat bergantung penduduk.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama